MAKALAH FAKTOR PENUNJANG INTELEKTUAL ANAK
BAB II
. Teori
perkembangan kognitif “ Jean Piaget”
Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi
besar dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Dalam rangka
memahami proses dan tingkat perkembangan intelektual anak ini Piaget telah
melakukan observasi bertahun-tahun sejak tahun 1920-an terhadap perkembangan
intelektual yang terjadi pada anak-anak. Ia mulai melakukan observasi dan
interview pada tiga orang anaknya, kemudian pada anak-anak lain dan para remaja
melalui berbagai pemberian tugas intelektual, kemudian mencatat jawaban-jawaban
yang diperolehnya. Melalui penelitian yang ekstensif akhirnya secara detail
Piaget dapat menggambarkan teori proses perkembangan intelektual yang terjadi
pada anak mulai dari bayi sampai remaja.[1]
Dalam
perkembangan intelektual ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu
struktur, isi (content) dan fungsi.
1. Struktur
Untuk sampai pada pengertian struktur
diperlukan struktur pengertian yang erat hubungannya dengan struktur, yaitu
pengertian operasi. Piaget berpendapat, bahwa ada hubungan fungsional
antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembang berpikir logis
anak-anak. Tindakan-tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi-operasi,
dan operasi-operasi selanjutnya menuju pada perkembangan sturktur-struktur.
Operasi-operasi mempunyai empat ciri-ciri.
Pertama, operasi-operasi merupakan tindakan-tindakan yang terinternalisasi; ini
berarti tindakan-tindakan itu baik merupakan tindakan mental maupun tindakan
fisik, tanpa ada garis pemisah antara kedua tindakan itu. Kedua,
operasi-operasi itu oversibel. Misalnya, menambah dan mengurangi merupakan
operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan : 2 dapat
ditambahkan pada 1 untuk memperoleh 3 atau 1 dapat dikurangi dari 3 untuk
memperoleh 2. Ketiga, operasi-operasi itu selalu tetap, walaupun selalu terjadi
transformasi atau perubahan. Ciri yang keempat ialah tidak ada operasi yang
berdiri sendiri.
Suatu operasi selalu berhubungan dengan
struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-pengurangan
berhubungan dengan operasi-operasi klasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan.
Operasi-operasi itu saling membutuhkan. Jadi, operasi-operasi itu adalah
tindakan-tindakan mental yang terinternalisasi, reversibel, tetap dan
terintegrasi dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.
Struktur-struktur yang juga disebut skemata-skemata merupakan
organisasi-organisasi mental tingkat tinggi, satu tingkat lebih tinggi dari
operasi-operasi.
Menurut Piaget, struktur-struktur intelektual terbentuk pada
individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur-struktur yang terbentuk
lebih memudahkan individu itu menghadapi tuntutan-tuntutan yang makin meningkat
dari lingkungannya.
2. Isi
Aspek kedua yang menjadi perhatian Piaget
adalah aspek isi. Yang dimaksudkan dengan isi ialah pola perilaku anak yang
khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah
atau situasi yang dihadapinya.
Antara tahun 1920 dan 1930 perhatian
Piaget dalam penelitiannya tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan
dalam kemampuan penalaran semenjak kecil sekali hingga besar, konsepsi anak
tentang alam sekitarnya, yaitu pohon-pohon, matahri, bulan, dan konsepsi anak
tentang beberapa peristiwa alam, seperti bergeraknya awan dan sungai. Sesudah
tahun 1930 perhatian penelitian Piaget lebih dalam. Dari skripsi pikiran-pikiran
anak ia beralih pada analisis proses-proses dasar yang melandasi dan menentukan
isi itu.
3. Fungsi
Fungsi adalah cara yang digunakan
organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Menurut Piaget
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan
adaptasi.
Organisasi memberikan pada organisme
kemampuan untuk mesistematikkan atau mengorganisasi prose-proses fisik atau
proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan
atau berstruktur-struktur. Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual
ialah adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan
diri atau beradaptasi pada lingkunagn mereka. Cara adaptasi ini berbeda antara
organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses
asimilasi seorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi
seorang memerlukan modifikasi struktur-sturktur mental yang ada dalam
mengadakan respons terhadap tantangan lingkungannya.[2]
1).Prinsip
Perkembangan Intelektual
Prinsip-prinsip teori perkembangan intelektual adalah
sebagai berikut :
a. Teori perkembangan
intelektual bertujuan untuk menjelaskan mekanisme proses perkembangan individu,
mulai dari masa bayi, anak-anak sampai menjadi individu yang dewaa yang mampu
berbalar dan berpikir menggunakan hipotesis.
b. Perkembangan genetika dalam organisme tertentu
tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat keturunan dan tidak terjadi
karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses interaksi
anatara organisme dengan lingkungan.
c. Kecerdasan adalah proses adapatasi dengan
lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang diperlukan dalam mengadakan
penyesuaian dengan lingkungannya.
d. Hasil perkembangan
intelektual adalah kemampuan berpikir oprasi formal
e. Fungsi perkembangan intelektual adalah
menghasilkan struktur kognitif yang kuat yang memungkinkan individu bertindak
atas lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam cara.
f. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses
pengaturan diri ( ekulibrium).[3]
2). Proses Perkembangan Intelektual
Proses belajar
berhubungan dengan proses perkembangan intelektual. Menurut Jean Piaget ada
tiga tahap proses perkembangan intelektual, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equalibrasi ( Penyeimbangan)
Asimilasi, adalah proses perpaduan anatara informasi baru dengan
struktur kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan
struktur atau kemampuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi
ialah struktur internal yang menggunakan informasi baru.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu
dari situasi khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru. Dalam proses
akomodasi ini seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam
menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Asimilasi dan akomodasi
berfungsi bersama-sama dalam menghadapi lingkungan ( beradaptasi) pada semua
tingkat fungsi intelek. Misalnya bila bayi sudah tahu bahwa ia dapat menggengam
setiap benda yang dilihatnya. Namun bila benda itu besar, diperlukan akomodasi
(penyesuaian) untuk dapat menggenggam benda tersebut, misalnya dengan menggunakan
kedua tangannya. Begitu sebaliknya, bila ia menggenggam benda yang lebih kecil.
.Jadi apabila ia menyadari bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian
lingkungan, ia akan mengorganisasikan cara berpikir sebelumya. Reorganisasi
inilah yang akan mengorganisasikan cara berpikir yang lebih tinggi.
Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang
memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang dan berubah sementara untuk menjadi
lebih mantap/seimbang. Equlibrasi bukan keseimbangan dalam hal kekuatan
melainkan merupakan proses yang dinamis yang secara terus-menerus mengatur
tingkah. Proses ekuilibrasi ini disebut juga proses penyeimbangan antara “dunia luar” dengan “ dunia dalam” . Tanpa proses ini
perkembangan intelektual seseorang akan tersendat-sendat atau akan berlangsung
secara tidak seimbang.[4]
1.Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak
mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan –
gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya
dengan indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai
kesadaran – kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Contohnya: Diatas ranjang seorang
bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia
main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang.
Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang
sama.
2.
Tahap persiapan operasional (2 – 7
tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir
logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap
ini anak belum mampu melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol
dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran
dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan
memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu
dengan bentuk yang lain.
Contohnya: anak bermain
pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa , anak
menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar.
Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini,
yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun
tanpa disadari.
3. Tahap operasi konkret (7 –
11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan
dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa
yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang –
barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
Misalnya suatu gelas diisi air.
Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap
operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap
sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam
menjadi bertambah.
4. Tahap operasi formal (11 tahun
keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap
akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu
bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Tahap
operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara
kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan
objek atau peristiwanya langsung.[5]
D.
Faktor-Faktor Penunjang Intelektual Anak
1).
Faktor Kedewasaan
Kematangan atau kedewasaan yaitu
proses perubahan fisiologis dan anatomis, proses pertumbuhan tubuh, sel-sel
otak, sistem saraf dan manifestasi lainnya yang mempengaruhi perkembangan
kognitif. Kematangan mempunyai peran yang penting dalam perkembangan
intelektual. Hal ini ditunjukkan oleh hasil beberapa penelitian yang
membuktikan adanya perbedaan rata-rata usia anak pada tahap perkembangan yang
sama pada satu masyarakat dengan masyarakat lain yang berbeda. Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan
manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif. Dalam hal pada anak. Dengan pertumbuhan
sel-sel otak saraf dan yang lainnya mampu membuat anak menangkap berbagai
pengetahuan baru yang di dapatkan di sekolah dan lingkungan sosialnya. Unsur biologis ini cukup jelas
mempunyai pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik
seseorang juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya:
Pada saat anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan
terbatas dalam berkontak dengan alam sekitar. Sehingga pemikirannya dan skema
yang ia miliki belum banyak berkembang.[6]
2). Faktor
Pengalaman Fisik.
Pengalaman
fisik adalah tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk
mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati
anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap
selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing. Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak
berbagai sifat fisik dari benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah
benda dan menemukan bahwa benda itu pecah, atau bila ia menempatkan benda itu
dalam air kemudian melihat bahwa benda itu terapung, maka ia sudah terlibat
dalam proses abstraksi, yaitu abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.
Pengalaman ini disebutr pengalaman fisik untuk membedakannya dari pengalaman
logiko-matematik, tetapi secara paradoks pengalaman fisik ini selalu
melibatkan asimilasi pada struktur-struktur logiko-matematik. Pengalaman fisik
ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta
sifat-sifat benda-benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.[7]
3). Faktor
Logika Matamatik
Pengalaman matematis-logis, kecerdasan matematis logis sering
disebut juga sebagai kemampuan berpikir secara ilmiah. Kemampuan ini terkait
dengan kemampuan dalam menerapkan proses berpikir induktif dan deduktif.
Pengalaman matematis ini memungkinkan seseorang terampil melakukan hitungan,mengemukakan
proposisidan hipotesis, serta melakukan operasi matematis yang bersifat
kompleks terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan
– tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau
mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu. Aktifitas
pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan jenis ini adalah mengenal
simbol atau lambang, bisa berupa huruf atau angka, menyusun obyek secara
sistematis, dan membuat pola(patterns). Bila seorang anak mengamati
benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengalaman lain yang diperoleh
anak itu, yaitu waktu ia membangun atau mengkonstruk hubungan-hubungan antara
objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang menghitung berapa
kelereng yang dimilikinya, dan ia menemukan “sepuluh” kelereng. Konsep
“sepuluh” bukannya suatu sifat dari kelereng- kelereng itu, melainkan suatu
konstruksi dari pikiran anak itu. Pengalaman dari konstruksi itu dan
konstruksi-konstruksi yang lain yang serupa disebut pengalaman
logiko-matematik, untuk membedakannya dari pengalaman fisik. Proses konstruksi
biasanya disebut abstraksi reflektif. Piaget membuat perbedaan penting antara
abstraksi reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstraksi empiris, anak
memperhatikan sifat tertentu dari benda dan tidak mengindahkan hal-hal lain.
Misalnya waktu ia mengabstrak warna dari suatu benda, ia sama sekali tidak
memperhatikan sifat-sifat yang lain, seperti massa dan dari bahan apa benda itu
terbuat. Sebaliknya, abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan
antara benda-benda. Hubungan itu, seperti konsep “sepuluh” yang telah
dikemukakan di atas, tidak terdapat pada kelereng yang manapun, atau di mana
saja di alam nyata ini. “sepuluh” itu hanya terdapat dalam kepala anak yang
sedang menghitung kelereng-kelereng itu. Mungkin lebih baik digunakan istilah
abstraksi konstruktif dari pada istilah abstraksi reflektif, sebab istilah itu
menunjukkan bahwa abstraks itu merupakan suatu konstruksi sungguh-sungguh oleh
pikiran.[8]
4).
Faktor Transmisi Sosial
Trasmiasi sosial adalah
proses interaksi anak dengan lingkungan sosialnya atau hubungan antara anak dengan orang lain di
masyarakat. Kemampuan anakuntuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi
secara efektif dengan orang lain. Pengetahuan yang diperoleh anak dari
pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda fisik. Dengan interaksi ini,
seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah
dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk
semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi
sosial dan transmisi, pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari
orangtuanya maupun masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi
sosial itu sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan
interaksi sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak
sendiri. Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak
itu sendiri tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna. Dengan
interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang
telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Dalam hal
pengalaman logiko-matematik, pengetahuan dari tindakan-tindakan anak terhadap
benda-benda itu. Karakteristik anak yang memiliki kemampuan sosialmampu
berkomunikasi secara verbal maupun non verbal yang baik dan juga
senang berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial yang dimiliki oleh anak
akan berkembang melalui kegiatan pembelajaran seperti berkolaborasi,
berkomunikasi, dan latihan berempati kepada orang lain. Dalam transmisi sosial, pengetahuan itu datang
dari orang lain. Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan membaca, begitu pula
interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa termasuk faktor transmisi
sosial, dan memegang peranan dalam perkembangan intelektual anak.[9]
5).
Faktor Pengaturan Diri
Pengaturan-sendiri atau equilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai
kembali kesetimbangan (disequilibrium). Equilibrasi merupakan suatu proses
untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui
asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat. Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai
kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan
akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar
seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan
pengetahuannya.
Menurut Piaget
struktur kognitif terbentuk karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah menyaring atau mendapatkan pengalaman – pengalaman baru ke dalam
skema. Misalnya seorang anak mempunyai konsep mengenai “lembu”. Dalam
pemikiran anak itu, ada skema “lembu”. Mungkin skema anak itu menyatakan bahwa
lembu itu binatang yang berkaki empat. Berwarna putih dan makan rumput.
Dimana pengertian Skema yaitu struktur
mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungannya.
Misalnya Skema yang terjadi pada anak tersebut pertama kali melihat lembu
tetangganya yang memang berwarna putih, berkaki empat, dan makan rumput. Suatu
saat, anak itu bertemu dengan dengan bermacam-macam lembu yang lain, yang
warnanya lain, dan tidak sedang makan rumput, tetapi sedang menarik gerobak.
Berhadapan dengan pengalaman yang lain tersebut, anak memperkembangkan skema
awalnya. Skemanya menjadi: lembu itu binatang berkaki empat, ada berwarna putih
atau kelabu, makanannya rumput dan dapat menarik gerobak. Jelas bahwa skema
lembu anak itu menjadi bertambah lengkap. Skema awalnya tidak hanya tetap
dipakai, tetapi juga dikembangakan dan dilengkapi.
Akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali
pengalaman pengalaman baru dengan jalan mengadakan modifikasi skema yang ada
atau bahkan membentuk pengalaman yang benar – benar baru. Contohnya: seorang
siswa telah memahami bahwa himpunan bilangan itu tetap saja sama, walaupun
urutannya diubah. Kemudian siswa tersebut mengalami pengalaman baru tentang
adanya bilangan kardinal dan ordinal, bulat dan pecahan. Walaupun ada tambah
pengetahuan baru, struktur kognitifnya tetap yang ada tetap saja ada dan tidak
berubah, artinya bahwa sifat bilangan itu tetap sama walaupun pengaturannya
diubah.[10]
=============================
FILE LENGKAP DISINI:
Terimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat dan dapat membantu.
[1] M. Dalyono,Psikologi
Pendidikan,( Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal 121
[2] Jonh.W.
Santrock,Psikologi Pendidikan,(
Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008) hal 97
[3] Santrock,
Psikologi….. hal 99
[4] Muhibin Syah, Psikologi
Pendidikan ,( Bandung : Rosda Karya,2010) hal 67
[5] Dalyono,Psikologi…..hal 98
[6] Slameto,Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,( Jakarta: Dian Rakyat,2009) hal 56
[7] Dimyanti
Mujiono,Belajar dan Pembelajaran,(Jakarta: Rineka Cipta,2002) hal 73
[8] Beny.A.
Pribadi,Model Desain Sistem Pembelajaran,(Jakarta: Dian Rakyat,2009) hal
33
[9] Beny.A.
Pribadi,Model Desain……. hal 37
[10] Dalyono,Psikologi…..
hal 99
0 komentar:
Posting Komentar