FOTO KEGIATAN

FOTO KEGIATAN
documentasi

Mengenai Saya

Jumat, 08 Desember 2017

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM




A.    PENDAHULUAN

1.      LatarBelakang

Studi tentang manajemen kurikulum dewasa ini semakin mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan yang menekuni bidang pengembangan kurikulum. Studi ini dianggap sebagai bagian terpenting dalam studi pengembangan kurikulum. Hal ini wajar, sebab kurikulum adalah komponen yang penting serta sebagai alt pendidikan yang sangat vital dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Itu sebabnya, setiap institusi pendididkan, baik formal maupun nonformal, harus memiliki kurikulum yang sesuai dan serasi, tepat dengan kedudukan, fungsi dan peranan serta tujuan lembaga tersebut.
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke lingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya sekedar pembelajaran, tetapi lebih dari itu memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi kurikulum atau lebih kompleksnya lagi bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang asing terhadap masyarakat-masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.
Pengembangan kurikulum, agar dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka diperlukan adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum yang akan menjadi pondasi bagi penyusunan sebuah kurikulum.

Didalam mengenal kurikulum kita harus mengetahui terlebih dahulu landasan-landasan kurikulum, diantaranya landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan teknologis. Maka dari itu didalam pembahasan makalah ini kami membahas tentang landasan-landasan kurikulum tersebut. 

2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah definisi  kurikulum berdasarkan penjelasan para ahli?
b.      Bagaimanakah landasan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama  Islam ?
c.       Bagaimanakah landasan kurikulum  jika ditinjau dari segi filosofis, psikologis, sosiologis, dan teknologis?

3.      Tujuan Masalah
a.       Untuk mengetahui definisi kurikulum berdasarkan penjelasan para ahli.
b.      Untuk mengetahui manfaat dari mempelajari kurikulum.
d.       Untuk mengetahui lebih lanjut landasan kurikulum ditinjau dari segi  filosofis, psikologis, sosiologis, dan teknologis. 




Menurut Soedijarto, kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh para siswa atau para mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga pendidikan[1]
Menurut Geane, Topter dan Alicia bahwa pengembangan Kurikulum adalah suatu proses dimana partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat keputusan tentang tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif[2]
Tiler mendefinisikan kurikulum adalah “All of learning of students which is plannedby and directed by the school to attain its education goal” dapat disimpulkan dan dilaksanakan oleh sekolah untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan[3]
Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa kurikulum sebagai perangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Oliva (1988), mendefinisikan kurikulum sebagai rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta didik di bawah pengarahan sekolah atau perguruan tinggi.
Definisi yang dikemukakan oleh  Kemp, Morrison dan Ross (1994) menekankan pada isi mata pelajaran dan keterampilan-keterampiulan yang termuat dalam suatu program pendidikan.
. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat ditarik benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran, dan dilain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar. Kurikulum yang menekankan pada isi, bertolak dari asumsi bahwa masyarakat bersifat statis. Sedangkan kurikulum yang menekankan pada proses atau pengalaman bertolak dari asumsi bahwa peserta didik sejak dilahirkan memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri.
Jika ketiga pihak tersebut ditelusuri dari segi landasan filosofisnya, maka konsep pengembangan kurikulum dari pihak pertama penganut aliran perennialisme danessensialiisme. Pihak kedua termasuk dalam progressivisme dan eksistensialisme. Sedangkan pihak ketiga termasuk dalam rekontruksi social (Muhaimin, 2003) [4]

2.      Pengertian Pengembangan Kurikulum
            Pengembangan kurikulum adalah ( Curriculum development/Curriculum design) sebagai tahap lanjutan dari pembinaan , yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan sesuatu kurikulum baru[5]

Pengembangan Kurikulum adalah istilah yang  komprehensif, di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan  dan evaluasi.
a)   Perencanaan Kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan di gunakan oleh guru dan peserta didik
b)   Penerapan Kurikulum atau biasa disebut implementasi kurikulumberusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.
c)    Evaluasi Kurikulum merupakan tahap akhir pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah di rencanakan , dan hasil-hasil kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja namun di dalamnya  melibatkan banyak orang.[6]

3.     Tujuan Pengembangan Kurikulum
Sebagaimana dirumuskan dalam (GBPP PAI SMU 1994) tujuan pendidikan agama Islam pada sekolah menengah umum adalah untuk mengikuti keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Islam yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.[7]

4.         Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya Landasan normative Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Al-Taumy Al-Syaibany  landasan kurikulum pendidikan Islam dikelompokan sebagai berikut:
a.   Dasar /Landasan Agama (Normatif)
Kurikulum diharapkan dapat mendorong siswa untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak muliadan melengkapinya dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.
b.   Dasar/ Landasan Filosofis.
Pendidikan Islam harus berdasarkan wahyu Tuhan dan tuntutan Nabi Saw seta warisan para ulama.
c.    Dasar Landasan Psikologis .
Kurikulum tersebut harus sejalan dengan cirri perkembangan siswa, tahab kematangan dan semua segi perkembangannya.
d.   Dasar Landasan Sosial.
Kurikulum diharapkan turut serta  dalam proses kemasyarakatan terhadap siswa, penyesuaian mereka dengan lingkungannya, pengetahuan dan kemahiran mereka dalam membina umat dan bangsanya.[8]
e.    Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Kurikulum diharapkan senantiasa sejalan dengan perkembangan IPTEK , kerena ajaran pendidikan Islam mensyaratkan umat manusia untuk senantiasa mencari, menggali, meneliti dan menemukan bukti-bukti ilmiah dari kebenaran normative berdasarkan perkembangan ilmu  dan pengetahuan yang ada.[9]

5.      Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik[10]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum[11]
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial[12]
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial[13]
Berikut adalah bentuk dari berbagai pendekatan pengembangan kurikulum PAI, antara lain:
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu[14]
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja[15]
2.  Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan[16]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a)      Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
b)      Menghormati individu peserta didik.
c)      Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat[17]
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.
Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:[18]
a)         Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
b)         Kesadaran dan kepentingan.
c)         Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
a)         Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
b)         Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.
c)         Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
d)        Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan[19]
Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis[20]
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya. Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien[21]
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur[22]
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI.  Sebagaiman tertuang dalam kurikulum:[23]
a)      Standar kompetensi: Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
b)      Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
c)      Hasil belajar:
1)            Mampu menjelaskan tatacara wudlu.
2)            Mampu menghafal niat wudlu.
3)            Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
4)            Mampu mempraktikan wudlu.
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik[24]
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
a)      Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
b)      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
c)      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
d)     Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
e)      Berbagai pertimbangan perubahan politik.
f)       Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya[25]
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan[26]
Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:[27]
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1)      Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2)      Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3)      Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4)      Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan[28]
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1)     Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
2)      Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a)      Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b)      Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c)      Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan[29]
3)  Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon[30]

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu[31]
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:[32]
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode.Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu[33]


Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction)[34]
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini. Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar[35]


>>>>>>>Dan Seterusnya,>>>>>>>>
Untuk File lengkap  silahkan klik tautan berikut: 
atau 


Atau baca Juga MAKALAH PERMASALAHAN PENELITIAN KEPENDIDIKAN ISLAM


[1] Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum.(Jakarta: Bumi Akara, 1993) hlm.14
[2] Subandijah , Pengembangan dan Inovasi  Kurikulum, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 36
[3] Nasution, Pengembangan Kurikulum, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1993, 15.
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 5.
[5] Muhammad Zein, Asa dan pengembangan Kurikulum, Yogyakarta: Sumbangsih Offse, 1991) 26
[6] Syayyid Syabig, Unsur-Unsur Dinamika Dalam Islam,Intermasa, Jakarta, 1981, 52.
[7] Ibid.52.
[8] Oemar Muhammad Al-Taumy Al-Saibany,Falsafah pendidikan Islam(terj.Hasan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 399.
[9] Agus Zaenul Fikri, Menejemen Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung:Alfabeta,2013, 72.
[10] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),200.
[11] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010),.77
[12] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010,.139
[13] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010,.139-140.
[14] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, …,140.
[15] Ibid.
[16] Ibid, 142
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid,143
[20] Ibid,164
[21] Ibid
[22] Ibid.
[23] Ibid, 165
[24] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),180.
[25] Ibid.
[26] Ibid.
[27] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28 dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),.200-201.

[28] Ibid,202
[29] Ibid.
[30] Ibid.
[31] Nasution.Pengembangan Kurikulum.(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) hlm.50 dalam Abdullah Idi.Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),203
[32] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010),78-81
[33] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) ,78-81
[34] Ibid.
[35] Ibid.

0 komentar:

Posting Komentar