MAKALAH PENDIDIKAN KETRAMPILAN BERBAHASA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengajaran merupakan interaksi belajar dan
mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi
antara pengajar dan siswa. Di antara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi
interaksi. Pengajaran merupakan suatu pola yang di dalamnya tersusun suatu
prosedur yang direncanakan.[1] Selain
itu, pada dasarnya sastra merupakan produk budaya, kreasi pengarang yang hidup
dan terkait dengan tata kehidupan masyarakat. Sastra memberikan wujud dan
menggambarkan kehidupan dan realitas sosial yang ada di masyarakat.
Pengajaran sastra pada dasarnya memiliki peranan
dalam peningkatan pemahaman siswa. Apabila karya-karya sastra tidak memiliki
manfaat, dalam menafsirkan masalah-masalah dalam dunia nyata, maka karya sastra
tidak akan bernilai bagi pembacanya. Pada dasarnya pengajaran sastra mempunyai
relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka dapat dipandang pengajaran
sastra menduduki tempat yang selayaknya. Jika pengajaran sastra dilakukan
secara tepat maka pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang besar
untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di
dalam masyarakat.[2] Melalui
hal tersebut, sastra memberikan pengaruh terhadap pembacanya. Sastra membentuk
pola pikiran dan respon pembaca terhadap apa yang dibacanya dengaan aktivitas
kesehariaanya yang saling berkaitan.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Apakah
pengertian dari ketrampilan bersastra Indonesia itu?
2.
Apakah manfaat dari pengajaran sastra
itu?
3. Bagaimanakah penerapan
pengajaran sastra di SD
itu?
B. Tujuan Pembahasan Makalah
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari ketrampilan bersastra Indonesia.
2.
Untuk mengetahui manfaat dari
pengajaran sastra Indonesia.
3. Untuk mengetahui penerapan
pengajaran sastra Indonesia di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ketrampilan
Bersastra Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ketrampilan
diartikan sebagai kecakapan sesorang dalam menyelesaikan tugas.[3] Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra)
merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra,
yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau
"pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti
"instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa
Indonesia kata ini biasa digunakan untuk
merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu. [4] Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa), yang dipakai
dalam kitab-kitab, bukan bahasa sehari-hari. Sastra juga berarti tulisan,
huruf. [5]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan,
ketrampilan bersastra Indonesia adalah kecakapan sesorang dalam menciptakan
sebuah karya atau jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu
dengan berbahasa Indonesia.
B. Manfaat
Pengajaran Sastra Indonesia
Sastra merupakan wujud dari hasil pemikiran,
pandangan dan gagasan dari seseorang. Sastra diciptakan oleh pengarang
berdasarkan pola pikir dan ide kreatif yang dibangun secara mandiri Pemikiran,
gagasan dan pola pikir dari pengarang pada dasarnya bersumber dari
keadaan-keadaan sekitar lingkup pengarang. Oleh karena itu, di dalam karya
sastra terdapat tafsiran-tafsiran masalah dunia nyata. Sastra memiliki hubungan
dalam kehidupan dunia nyata. Dengan demikian, pada dasarnya karya sastra
memiliki peran dan kedudukan yang penting. Senada dengan hal itu, menurut
Rahmanto, manfaat pengajaran sastra dalam dunia pendidikan
adalah sebagai berikut: [6]
1.
Membantu keterampilan
berbahasa
Terdapat empat keterampilan berbahasa yaitu,
membaca, menyimak, menulis dan berbicara. Pada proses pembelajaran tersebut,
siswa dapat meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan bersastra. Pengajaran
sastra berperan meningkatkan keterampilan membaca siswa, misalnya saat siswa
membaca puisi atau membaca prosa/cerita. Melatih keterampilan berbicara saat
siswa ikut berperan dalam suatu drama. Selain itu, dapat melatih keterampilan
menyimak saat guru membacakan suatu karya sastra, atau saat mendengarkan karya
sastra melalui rekaman. Pengajaran sastra juga membantu siswa untuk
mengembangkan keterampilan menulis dengan menulis karya-karya sastra.
2.
Meningkatkan pengetahuan
budaya
Dalam sistem pendidikan seharusnya disertai
usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi peserta didiknya.
Pemahaman budaya berperan untuk menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri dan
rasa ikut memiliki. Beberapa pengetahuan khusus mengenai budaya sendiri, pada
dasarnya menjadi ciri khas. Hal ini membantu menggenalkan karakter dan
identitas budaya yang ada. Pengajaran sastra jika dilaksanakan dengan
bijaksana, dapat mengantar siswa berkenalan dengan budaya, karakter suatu hal
tertentu.
3.
Mengembangkan cipta dan
rasa
Siswa merupakan individu yang memiliki kepribadian
yang berbeda-beda. Siswa pada dasarnya memiliki kecakapan dan siswa pula
menunjukkan kekurangannya. Secara umum kita memandang siswa pada satu kesatuan
yang kompleks, dengan memberikan perlakuaan yang sama. Namun, pada dasarnya
siswa memiliki kecakapan dan kekurangan tersendiri. Oleh karena itu, siswa
butuh diarahkan agar siswa menyadari potensinya. Dalam hal pengajaran sastra,
kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indera; bersifat
penalaran; yang bersifat objektif; dan bersifat sosial; serta
dapat ditambah lagi dengan sifat religius. Pengajaran sastra yang dilakukan
secara benar akan dapat mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut lebih banyak
dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
4. Menunjang
pembentukan watak
Dalam nilai pengajaran sastra terdapat dua
tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukkan watak. Pertama,
pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam.
Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya, sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak
untuk mengenal rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti; kebahagian,
kebebasan, kesetian, kebanggaan diri sampai kelemahan, kekalahan, keputusasaan,
kebencian, perceraian dan kematian. Seseorang yang mendalami sastra biasanya
mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal yang lebih bernilai dan
tak bernilai. Selain itu, tuntunan yang kedua yaitu, dalam pengajaran sastra
hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas
kepribadian siswa yang antara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian
dan penciptaan. Sastra seperti yang kita ketahui, sanggup memuat berbagai medan
pengalaman yang sangat luas.
Pengajaran sastra memiliki manfaat bagi siswa.
Selain manfaat yang dikemukakan di atas sastra memiliki fungsi dalam
pembentukan kepribadiaan. Bagaimana peran sastra pada karakter siswa dan
penanaman nilai-nilai agama. Di dalam Kemendiknas, mengemukakan
fungsi dalam membentuk kepribadian. Hal tersebut dijelaskan secara rinci
sebagai berikut: [7]
a)
Sastra Sebagai Pembentuk
Karakter Anak
Sastra anak adalah citraan atau metafora
kehidupan yang disampaikan kepada anak-anak yang melibatkan aspek emosi,
perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral dan dieskspresikan
dalam bentuk-bentuk kebahassaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh
anak-anak. Sastra dinilai dapat membentuk karakter denan efektif karena
nilai-nilai dan moral yang terdapat dalam karya sastra tidak disampaikan secara
langsung, melainkan melalui metafora-metafora sehingga menjadi menyenangkan dan
tidak menggurui. Nilai-nilai yang terkandung dapat diresepsi oleh anak dan
merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka.
b) Sastra
Sebagai Strategi Penanaman Nilai-Nilai Agama
Seorang pengarang tidak dapat terlepas dari
nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari ajaran agama yang tampak dalam
kehidupan. Pandangan itu erat dengan proses penciptaan karya sastra, bahwa ia
tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya. Sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius. Sastra yang bercorak pada nilai-nilai agama merupakan
pengungkapan jiwa dan sarana untuk melakukan ibadah pada pencipta. Intinya.
Karya sastra seharusnya memberikan hikmah. Hikmah karya sastra yang baik adalah
bisa membuat orang membacanya tercerahkan. Hikmah itu dapat berupa nilai dan kearifan.
c) Sastra
Sebagai Pembinaan dari Krisis Moral dan Krisis Keteladanan
Arah moderenisasi memberikan banyak perubahan
bagi masyarakat. Perubahan yang justru mengarah pada krisis moral dan akhlak.
Persoalan lainnya pula terletak pada krisis keteladanan. Krisis moral tersebut
bisa diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya, pembinaan
watak diterapkan pada pengajaran sastra. Artinya pengajaran sastra berdimensi
moral. Pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman
nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi,
santun dan sebagainya banyak ditemukan di dalam karya sastra. Baik puisi,
cerita pendek, novel maupun drama. Bila karya sastra itu dibaca, dipahami isi
dan maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, sehingga mampu mengatasi krisis
moral dan karya sastra sebagai objek keteladanan yang baik.
C. Penerapan
Pengajaran Sastra Indonesia
1. Pengajaran Puisi
a. Hambatan
Pengajaran Puisi
Dalam pengajaran puisi terdapat hambatan-hambatan
yang mengganggu. Rahmanto mengemukakan hambatatan yang mengganggu dalam menikmati puisi yaitu: 1) anggapan
sementara orang yang berpendapat bahwa secara praktis puisi sudah tidak ada
lagi gunanya. 2) pandangan yang disertai prasangka bahwa mempelajari puisi
sering tersandung pada pengalaman pahit.
[8]
b. Teknik
Pengajaran Puisi
Teknik pengajaran sangat beperan untuk mengatur
proses pembelajaran. Teknik mampu mengarahkan agar proses pembelajaran sastra
tepat dan dapat dipahami oleh siswa. Berdasarkan hal tersebut pula, Rahmanto
mengemukakan teknik-teknik pengajaran puisi, seperti berikut ini: [9]
1.
Pelacakan pendahuluan,
yaitu sebelum mengajar guru harus memahami tentang puisi yang akan
disajikannya. Pemahaman ini penting untuk menemukan strategi yang tepat dan
menentukan aspek-aspek yang membutuhkan perhatian khusus dari siswa.
2.
Penentuan sikap praktis,
yaitu dalam mengajar sebaiknya puisi yang dibahas tidak terlalu panjang
sehingga selesai pada setiap pertemuan. Selain itu ditentukan pula informasi
apa yang seharusnya dapat diberikan untuk mempermudah siswa memahami puisi.
3.
Introduksi, banyak faktor
yang mempengaruhi penyajian pengantar ini, termasuk situasi dan kondisi pada
saat materi disajikan. Pengantar ini akan sangat tergantung pada individu guru,
keadaan siswa dan karakteristik puisi yang diberikan.
4.
Penyajian, puisi merupakan
bentuk sastra lisan. Dalam menyajikannya, pesan dan kesan yang dibawakan baru
akan benar-benar menyentuh gerak hati seseorang apabila puisi itu dibacakan
atau dikutip secara lisan. Puisi memiliki nilai-nilai iramatis dan dramatis
yang sangat menentukan kualitasnya.
5.
Diskusi, dalam hal ini
imajinasi guru sangat mempengaruhi masalah yang akan dibahas, baik mengenai
kekhususan puisi dan tanggapan siswa dikelas.
6.
Pengukuhan, pada tahap ini terdapat
langkah-langkah yaitu, pada dasarnya harus diusahakan siswa membacakan
puisi secara lisan dan akan lebih baik lagi jika siswa mampu menulis puisi.
c. Penerapan
Model Formeaning Response untuk Pengajaran Puisi
Model dan strategi pada dasarnya bertujuan untuk
membantu proses pembelajaran agar berlangsung baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Dalam hal ini diterapkan model formeaning
response untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa. Menurut
Nurhayati strategi formeaning response merupakan kombinasi dua srategi
yakni strategi stilistik dan respon pembaca. Kata formeaning
berasal dari kata form dan meaning yang mengacu pada
strategi stilistik yakni startegi
yang berpusat kepada bahasa yang terdapat dalam karya sastra/puisi. Kata response
mengacu pada srategi respon
pembaca mengasumsikan bahwa ketika siswa secara personal bergaul dengan
karya sastra menggunakan pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing.
[10]
Menurut Kelem dikutip Nurhayati terdapat
delapan kegiatan pelaksanaan model formeaning response yaitu sebagai
berikut: [11]
1) kegiatan
warm-up, yaitu kegiatan brainstorming dengan mengekspresikan opini
siswa terhadap puisi yang akan dibaca.
2) kegiatan
memfokuskan bentuk dan makna puisi yang berkaitan dengan unsur-unsur puisi.
Kegiatan ini berupa latihan memberikan beberapa alternatif kata-kata yang
sesuai atau tepat terhadap kata-kata yang “khas” dalam konteks
keseluruhan puisi.
3) Kegiatan menyimak kata-kata yang
dirumpangkan. Guru melisankan puisi yang telah dirumpangkan kata-kata tertentu.
4) Kegiatan mendaftar kata-kata kerja atau
sambung dan objek-objek kongret dalam puisi. Siswa kemudian diminta untuk
mengelompokkan kata-kata itu berdasarkan kategori kata.
5) Kegiatan
berdiskusi, kelompok kecil (2 atau 3 orang).
6) Kegiatan mengambar, siswa membuat gambar
tokoh-tokoh yang ada dalam puisi.
7) Kegiatan role
play. Siswa melakukan kegiatan bermain peran dengan berlaku seperti
layaknya tokoh-tokoh yang ada dalam puisi.
8) Kegiatan menulis surat. Kegiatan selanjutnya
ialah kegiatan merespon puisi dengan cara mengirim surat kepada tokoh yang ada
dalam puisi, memberi saran kepada tokoh, atau membuat catatan tentang tokoh.
2. Pengajaran
Prosa Cerita
a. Prosa
Prosa merupakan karangan bebas yang
diekspresikan pengarang. Prosa diciptakan berdasarkan ide dan imajinasi
penulis. Menurut Supriyadi, prosa adalah karangan sastra bebas yang
mengekspresikan pengalaman batin pengarang mengenai masalah hidup dan kehidupan
dengan bahasa yang indah (estetik).[12] Berdasarkan isi karangan, karya sastra dibedakan
menjadi dua yaitu, karya sastra prosa fiksi dan prosa nonfiksi. Sedangkan
berdasarkan waktu, prosa dapat digolongkan dalam prosa lama, sebelum zaman
Balai Pustaka dan prosa baru sesudah zaman Balai Pustaka. Selain itu,
Supriyadi mengemukakan bahwa prosa fiksi berarti prosa yang isinya/ceritanya
hasil rekaan atau khayalan pengarangnya. Prosa fiksi didefinisikan sebagai
cerita sastra yang menggunakan bahasa yang estetis. Jenis prosa fiksi
terdiri atas dongeng, hikayat, roman, novel, cergam dan cerpen.
[13]
Prosa non fiksi adalah karangan sastra yang
isinya menceritakan hidup dan kehidupan tokoh-tokohnya secara mendatar.
Jenis-jenis prosa non fiksi adalah biografi/otobiografi, sejarah/babat, esai,
kritik, surat-surat, memoir. [14]
b. Novel dan
Cerita Pendek
Dalam The American Collage Dictionarry
dikutip Tarigan (2011:167) “bahwa novel adalah suatu prosa yang fiktif dalam
panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan
nyata yang representative dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau
dan kusut”. Sedangkan, cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri
atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa
pembaca. (Ellery Sedwig dikutip Tarigan, 2011:179).
Novel dan cerita pendek memiliki perbedaan,
menurut Tarigan (2011:173) perbedaan novel dan cerita pendek terlihat pada
jumlah kata, jumlah halaman, serta jumlah waktu saat membacanya. Selain
itu, cerita pendek menyajikan satu emosi saja, sedangkan novel lebih dari satu
emosi. Cerita pendek pula menyajikan satu kesatuan efek sedangkan novel
menyajikan lebih dari satu efek.
c. Unsur-unsur
Novel
Novel memiliki unsur-unsur yang mempengaruhi
pembentukkannya, menurut Rahmanto, unsur-unsurnya yaitu:
[15]
1.
Latar, yaitu unsur dari
prosa yang menyangkut tentang lingkungan, geografi, sosial, sejarah, dan bahkan
lingkungan politik atau latar belakang tempat atau kisah berlangsung.
2.
Perwatakan merupakan daya
tarik pembaca, melalui perwatakan terpancar imajianasi kreatif seorang
pengarang. Unsur perwatakan ini terbagi atas dua makna, yaitu perwatakan
sebagai dramatik persona yang menunjuk pada pribadi yang mengambil bagian di
dalamnya. Kedua, menunjukkan kualitas khas perwatakan tersebut pada pribadi
tertentu.
3.
Cerita, pada dasarnya unsur
cerita sangat penting pada suatu novel. Unsur tentang ‘apa yang terjadi” dan
“mengapa terjadi’ pada satu peristiwa sangat menarik perhatian. Cerita yang
menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia baik konflik fisik
maupun batin yang terjadi dalam suatu cerita.
4.
Teknik cerita, yaitu teknik
yang digunakan pengarang untuk menceritakan. Misalnya cerita yang disajikan
pengarang tentang orang pertama atau orang ketiga, dan cerita tentang tokoh
yang disajikan pengarang lewat beberapa tokoh dalam novel secara bergantian.
5.
Bahasa, unsur-unsur
kebahasaan dalam suatu novel merupakan sumber bahan yang cukup luas untuk
dipelajari. Untuk mendeskripsikan dan membuat definisi di dalam novelnya,
biasanya penulis menggunakan pola kebahasaan yang seragam dari awal sampai
akhir.
6.
Tema merupakan kesimpulan
dari fakta-fakta yang telah ada. Pada dasarnya puncak dalam mempelajari novel
sebenarnya menemukan kesimpulan dari seluruh analisis fakta-fakta dalam cerita
yang yang telah dicerna. Fakta-fakta yang ada dalam cerita berperan sebagai
model-model universal yang dihadapi oleh manusia. Bahkan hasil analisis
fakta-fakta cerita memberikan saran untuk memecahkan problem yang ada.
d. Teknik
Sumbang Saran untuk Apreasiasi Prosa
1.
Prinsip Teknik Sumbang
Saran
Teknik sumbang saran merupakan teknik pengajaran dalam
sastra. Teknik pengajaran ini menurut Ampera, adalah
teknik yang dapat membantu pengajaran sastra. Teknik sumbang saran adalah
teknik pengajaran sastra berbentuk perbincangan kreatif setiap individu dalam
suatu kelompok untuk mendapatkan suatu rumusan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Teknik sumbang saran ini memberikan peluang kepada siswa untuk berpikir
analitis dan kreatif. Setiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
menyumbangkan ide atau gagasan secara kreatif. Setiap ide dan gagasan yang
diungkapkan, kemudian didiskusikan, hingga diperoleh kesimpulan.
[16]
Dalam teknik sumbang saran, faktor yang harus menjadi
pusat perhatian adalah gagasan, waktu, dan jumlah anggota kelompok. Kemudian
banyaknya gagasan tergantung pada banyaknya anggota kelompok, hal ini pun akan
berpengaruh pada pelaksanaan diskusi. Sebaiknya waktu dibatasi tidak terlalu
lama, sekitar 30 sampai 40 menit. Setiap anggota diberi kebebasan untuk
memberikan saran secara bergiliran.
2.
Teknik Sumbang Saran dalam
Apreasiasi Prosa.
Sebelum pengajaran dimulai, pengajar sudah memilih
karya sastra dalam bentuk prosa, misalnya cerita pendek untuk bahan apresiasi.
Kemudian membagi siswa ke dalam beberapa kelompok serta menentukan ketua
kelompok. Sebelum kegiatan dimulai, pengajar menerangkan tajuk kegiatan pokok-pokok
yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Siswa perlu memahami unsur-unsur pembangun sastra,
berupa latar, alur, watak dan perwatakan, sudut pandang, tema dan amanat.
Pengajar bertindak sebagai fasilisator. Selepas kegiatan, pengajar melakukan
evaluasi dan memilih gagasan yang baik, serta memilih siswa yang memperlihatkan
tindak tutur yang baik dalam menyampaikan gagasannya.
[17]
Dan......................Seterusnya
===============================================================
File lengkap silahkan Download
⇓
DISINI
Berbagi Itu Indah
[1] Taufik Ampera, Pengajaran Sastra Teknik Mengajar
Sastra Anak Berbasis Aktivitas. (Bandung: Widya Padjadjaran, 2010), 6
[7] Kemendiknas. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, Kegiatan Naskah Bahan Kerjasama, Informasi dan Publikasi, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
Kementrian Pendidikan Nasional, 2011), 15-22.
[10] Nurhayati. Pengaruh
Model Formeaning Response terhadap Kemampuan Menulis Puisi pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Palembang. Makalah hasil penelitian disajikan pada Seminar di
Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Maret 2011, yang diakses tgl 19-11-2014
dari web: http://nenggelisfransori.wordpress.com/2012/01/25/hal-ihwal-pengajaran-sastra/
[12] Supriyadi. 2006. Pembelajaran Sastra yang
Apreasiatif dan Integratif di Sekolah Dasar. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), 27
[16] Ampera, Taufik, Pengajaran Sastra Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis
Aktivitas. (Bandung: Widya Padjadjaran, 2010), 68.
0 komentar:
Posting Komentar