FOTO KEGIATAN

FOTO KEGIATAN
documentasi

Mengenai Saya

Kamis, 07 September 2017

DOWNLOAD MAKALAH TAKHRIJ HADIST

DOWNLOAD  MAKALAH TAKHRIJ  HADIST



BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sosial kita tidak akan lepas dari dari ketiga unsur ini, yaitu tentang tamu, tetangga dan mengasihi para dhuafa. Maka dengan tiga masalah ini, kami sedikit menguraikan bagaimana cara kita untuk mengabdikan diri kepada sang Khalik dengan cara, menghormati, mengasihi, menyayangi, mengutamakan mereka, agar supaya pengabdian ini benar-benar diterima di sisi-Nya.

Memuliakan tamu adalah kewajiban semua muslim bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.

Sudah dijelaskan di atas bahwa memuliakan tamu adalah kewajiban bagi kaum muslim, namun kenyataannya banyak orang islam tidak menghormati tamu yang datang ke rumahnya, faktor egois atau yang lainnya mempengaruhi. Padahal Nabi sendiri tidak mengajarkan itu, malah nabi mengajarkan kita untuk menghormati  dan memuliakan tamu yang berkunjung kepada kita karena itu adalah hal yang dapat mempererat persatuan ummat. Oleh karena itu mari kita belajar dari nabi untuk memuliakan tamu.

Dalam makalah ini penulis akan menyajikan sebuah Hadits tentang memuliakan tetangga dan tamu serta berkata baik, untuk selanjutnya kita bahas sanad dan matannya, dan kita simpulkan kedudukan Hadits tersebut.



B.        RUMUSAN  MASALAH

Dalam makalah ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.  Bagaimana Bunyi  Hadits tentang memuliakan tetangga, dan tamu.
2.  Bagaimana Asbabul Wurud Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
3.  Bagaimana Takhrij  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
4.  Bagaimana Matan  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
5.  Bagaimana Syarah  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
6.  Bagaimana Aktualisasi Hadits tentang memuliakan tetangga ,tamu.
7.  Bagaimana Analisis Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.

C.      TUJUAN  PEMBAHASAN  
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan, yaitu:
1.    Untuk mengetahu bunyi  Hadits tentang memuliakan tetangga, dan tamu
2.  Untuk mengetahu Asbabul Wurud Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
3.  Untuk mengetahu Takhrij  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
4.  Untuk mengetahu Matan  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
5.  Untuk mengetahu Syarah  Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.
6.  Untuk mengetahu Aktualisasi Hadits tentang memuliakan tetangga ,tamu.
7.  Untuk mengetahu Analisis Hadits tentang memuliakan tetangga, tamu.







BAB II
PEMBAHASAN

HADITS MEMULIAKAN TETANGGA DAN TAMU
 ADALAH SEBAGIAN DARI IMAN

Hadits Shohih Muslim no.74

A.   Hadits dan  Terjemahannya
1.             Hadits
·                Sumber     :  Shahih Muslim
·                Kitab        :  Iman
·                Bab           :  Anjuran untuk Memuliakan Tetangga dan Tamu
serta senantiasa diam kecuali dari kebaikan;                                    kesemuanya itu dalam ketegori iman          


 LAFADZ  HADITS   
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
2.             Terjemahan Hadits
Artinya ‘’Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya telah memberitakan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” [1]
B.   Asbabul Wurud

Ketika Allah melihat salah satu bentuk, dimana Allah Swt memperlihatkan kepada hamba-hamba Nya bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil sekalipun. Maka disaat itu datanglah tamu kepada Sang Nabi saw dan Sang Nabi saw tidak bisa menjamunya karena tidak ada makanan. Rasul tanya pada istrinya “punya makanan apa kita untuk menjamu tamu ini ?“, istri Nabi saw menjawab “tidak ada, yang ada cuma air’’. Maka Rasul berkata “siapa yang mau menjamu tamuku ini?” Satu orang anshar Iangsung mengacungkan tangan “aku yang menjamu tamumu ya Rasulullah “. Kemudian sahabat itu membawa tamu rasul itu ke rumahnya, sampai dirumah mengetuk pintu dengan keras hingga istrinya bangun. “Kenapa suamiku? kau tampak terburu-buru “. “akrimiy dhaifa Rasulillah, kita dapat kemuliaan tamunya Rasulullah. Ayoo.. muliakan, keluarkan semua yang kita miliki daripada pangan dan makanan, semua keluarkan. Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita, datang kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa menyambutnya. Rasul tanya “siapa yang bisa menyambutnya?” aku buru - buru tunjuk tangan, ini kemuliaan besar bagi kita.” Istrinya berkata “suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang. Tidak ada makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita hanya akan makan makanan untuk 1 orang, kau ini bagaimana menyanggupi undangan tamu Rasul? kau tidak bertanya lebih dulu? apakah kita punya kambing, punya ayam, punya beras, punya ron, jangan main terima sembarangan!” Maka suaminya sudah terlanjur menyanggupi “sudah kalau begitu anak kita tidurkan cepat- cepat, matikan lampu agar anaknya tidur”. “belum makan, suruh tidur jangan suruh makan malam, biar saja”.
Di tidurkan anaknya tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring untuk 1 orang, “ini bagaimana ? tamunya tidak mau makan kalau hanya ditaruh 1 piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut makan karena cuma 1 piring makanannya “. Suaminya berkata “nanti sebelum kau keluarkan piringnya, lampu ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya, jadi pura - pura lampu mati. Taruh piring, silahkan makan dan kita taruh piring kosong di depan kita tamu makan kite tidak usah makan tapi seakan - akan makan dan tidak kelihatan lampunya gelap.“
Maka tamunya tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak, tamunya makan dengan tenangnya, nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat subuh kembali kepada Rasul saw “Alhamdulillah ya Rasulullah aku dijamu dengan makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam sangat ridho kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu” (shahih Bukhari).
Allah tersenyum, bukan Allah itu seperti manusia bisa tersenyum tapi maksudnya Allah sangat sayang dan sangat gembira. Dengan perbuatan ita Allah sangat terharu, bukan terharu karena tamunya saja tapi juga karena shohibul bait berucap. “akrimiy dhaifa Rasulillah” muliakan tamu Rasulullah. Ini yang membuat Allah terharu, untuk tamunya Rasulullah rela anaknya tidak makan, tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah saw.[2]

C.  Takhrijul Hadits
1. Keterangan Sanad

    a.  Abu Hurairah    
Nama Lengkap              : Abdur Rahman bin Shakhr
Kalangan                       : Shahabat
Kuniyah                         : Abu Hurairah
Negeri semasa hidup     : Madinah
Wafat                             : 57 H

         ULAMA                                                KOMENTAR
Ibnu Hajar al ‘Asqalani                         Shahabat

   b.   Abu Salamah
Nama Lengkap              : Abdullah bin ‘Abdur Rahman bin ‘Auf
Kalangan                       : Tabi’in kalangan pertengahan
Kuniyah                         : Abu Salamah
Negeri semasa hidup     : Madinah
Wafat                             : 94 H

             ULAMA                                               KOMENTAR
Abu Zur’ah                                            tsiqah imam
Ibnu Hibban                                          Tsiqah

c.    Abu Bakar
Nama Lengkap             : Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin        
                                            ‘Abdullah bin Syihab
Kalangan                       :  Tabi’ut Tabi’in kalangan pertengahan
Kuniyah                         : Abu Bakar
Negeri semasa hidup     : Madinah
Wafat                             : 124H

                ULAMA                                           KOMENTAR
lbnu Hajar al ‘Asqalani                          faqih hafidz mutqin
Adz Dzahabi                                         seorang tokoh

d.   Abu Zaid
Nama Lengkap              : Yunus bin Yazid bin Abi An Najjad
Kalangan                       : Tabi’ut Tabi’in kalangan tua
Kuniyah                          : Abu Zaid
Negeri semasa hidup     : Syam
Wafat                             : 159H

                 ULAMA                                           KOMENTAR
Al ‘Ajil                                                  Tsiqah
An Nasa’i                                              Tsiqah
Ya’kub bin Syaibah                               shalihul hadits
Abu Zur’ah                                            Ia ba’sa bih
Ibnu Kharasy                                         Shaduuq
Ibnu Hibban                                          disebutkan dalam ‘ats tsiqaat

e.     Abu Muhammad
       Nama Lengkap              : Abdullah bin Wahab bin Muslim
Kalangan                       : Tabi’ut Tabi’in kalangan biasa
Kuniyah                         : Abu Muhammad
Negeri semasa hidup     : Maru
Wafat                             : 197 H
      
                    ULAMA                                          KOMENTAR
Yahya bin Ma’in                                    Tsiqah
Al ‘Ajli                                                  Tsiqah
An Nasa’i                                              Ia ba’sa bih
Ibnu Hajar                                             tsiqoh hafidz
  Adz Dzahabi                                          salah satu ahli ilmu


f.   Abu Hafsh
Nama Lengkap              : Harmalab bin Yahya bin ‘Abdullah bin Harmalah
Kalangan                       : Tabi’uI Atba’ kalangan pertengahan
Kuniyah                         : Abu Hafsh
Negeri semasa hidup     : Maru
Wafat                             : 244 H

                     ULAMA                                       KOMENTAR
Ibnu Hibban                                                    disebutkan dalam ‘ats tsiqaat
Ibnu Hajar al ‘Asqalani                                   Shaduuq
Abu Hatim                                                      Laa yuhtaj [3]

Dari keterangan sanad tersebut dapat disimpulkan bahwa dari sanad satu dengan sanadis lainnya, mulai dan Harmalah bin Yahya bin ‘Abdullah bin Harmalah (Tabi’ul Atba’ kalangan pertengahan) hingga Abu Hurairah(shahabat) terdapat ketersambungan sanad.
Dilihat dan tahun wafatnya yang menunjukkan mereka hidup dalam satu masa. Mengenai isi  ke-dhabitan dan adilnya perawi, dapat dilihat diatas. Komentar para ulama juga menunjukkan para perawi dalam setiap rangkaian sanadnya adalah orang-orang tsiqah.

D.   Penjelasan Hadits

Kalimat  ‘’ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ,  maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanan nya itu) menyelamatkan nya dari adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam  فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ   “karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar -benarnya tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badan nya karena kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

 “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggungjawabnya” (QS. Al Isra’ : 36). [4]
Kalimat  فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ   hendaklah ia memuliakan tetangganya   فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ    maka hendaklah ia memuliakan tamunya”, menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasihati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya.”
Penggarang kitab Al-lfshah mengatakan “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu suatu ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamuny orang kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamu dilakukan dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambut dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberikan pelayanan yang mudah dilakukan tanpa memaksa diri.” Pengarang juga menyebutkan perkataan dalam menyambut tamu.[5]
 Selanjutnya ia berkata: Adapun Nabi SAW “maka hendaklah ia berkata baik atau diam”, menunjukkan bahwa perkataan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah SAW dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah berkata yang benar’’ di dahulukan dan perkataan “diam”. Berkata baik dalam hadits ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan Rasulnya dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi munkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dan semuanya itu adalah menyampaikan perkataan benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.

E.   Syarah Hadits
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia mengerjakan ini dan itu “. Menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah perkara iman. Sebagaimana yang telah jelas bahwa amal perbuatan termasuk dari iman.
Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah, seperti mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Dan termasuk dalam cakupan perbuatan-perbuatan iman, ialah berkata yang baik atau diam dari selainnya. Perbuatan-perbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak hamba Allah, misalnya memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan tidak menyakitinya.
Ketiga hal itu diperintahkan kepada seorang mukmin, salah satunya dengan memulyakan  tetangga.
Dalam Shahih al-Bukhari, dan Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

والله لا يؤ من , والله لا يؤ من , والله لا يؤ من . قيل : و من  يا رسولا الله ؟ قال : الد ي لا ياء من جاره بوا ئقه

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman,” ditanyakan, “Wahai Rasulullah, siapa dia?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”[6]

            Adapun memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya adalah diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
 “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” [an-Nisâ/4:36]. [7]
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menggabungkan hak-Nya atas manusia dan hak-hak manusia terhadap manusia. Dan Allah menyebutkan orang-orang yang harus disikapi dengan baik. Mereka ada lima kelompok.
Pertama. Orang yang masih dalam hubungan kekerabatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan orang tua secara khusus di antara mereka, karena keduanya memiliki keistimewaan atas seluruh sanak kerabat, dan tidak ada satu pun dari mereka yang mempunyai keistimewaan tersebut bersama keduanya, karena keduanya menjadi sebab keberadaan anak, mempunyai hak mendidik, mengasuhnya, dan lain-lain.
Kedua. Orang lemah yang membutuhkan kebaikan. Ini terbagi dua, yaitu: orang yang membutuhkan karena kelemahan badannya, seperti anak-anak yatim; dan orang yang membutuhkan karena sedikitnya harta, yaitu orang-orang miskin.
Ketiga. Orang yang memiliki hak kedekatan dan pergaulan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya menjadi tiga kelompok, yaitu tetangga dekat, tetangga jauh, dan teman sejawat.
Keempat. Orang yang datang kepada seseorang dan tidak menetap bersamanya, yaitu ibnu sabil. Ia adalah musafir apabila singgah di suatu negeri. Ada ulama yang menafsirkannya dengan tamu. Maksudnya, jika musafir singgah sebagai tamu pada seseorang.
Kelima. Hamba sahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mewasiatkan kaum muslimin agar berbuat baik kepada mereka. Diriwayatkan bahwa wasiat terakhir beliau ketika kematian menjemput ialah, “Shalat dan berbuat baik kepada hamba sahaya yang kalian miliki.”
            Di antara bentuk berbuat baik kepada tetangga, ialah memberikan keluasan dan kemudahan ketika ia butuh. Dan Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata: Kekasihku (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berwasiat kepadaku:

ادا طبخت مرقا فاء كثر ماءه , ثم انظر اهل بيت من جيرانك فاء صبهم منها بمعروف .

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah keluarga te!anggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan baik”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لا يمنع جا ره ا ن يعر ز خبشة في جدا ره
“Janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di temboknya”
Setelah itu, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengapa kalian, aku lihat kalian berpaling dari nasihat tersebut? Demi Allah, aku pasti melemparkan kayu-kayu tersebut ke pundak-pundak kalian”.[8]
            Dan diperintahkan juga untuk berbuat baik kepada tetangga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ليس المؤ من الدي يشبع وجاره جا ئع   الى جنبه

“Tidak dikatakan seorang mukmin seorang yang kenyang, sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan.”
Di antara perkara yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan kepada kaum mukminin dalam hadits ini, ialah memuliakan tamu, yaitu menjamunya dengan baik.
Dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata: Kedua mataku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kedua telingaku mendengar ketika beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جا ئزته قال : وما جا ئزته ,  يا رسول الله ؟ يوم وليلة , واضيافة ثلا ثة ايام , وما كان وراء دا لك فهو صدقة عليه .

 “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah Ia memuliakan tamunya dengan memberikannya hadiah” Sahabat bertanya “Apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Menjamunya) sehari semalam. Jamuan untuk tamu ialah tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah “.[9]
Muslim juga meriwayatkan hadits Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

الضيا فة ثلا ثة ايام , وجا  ئز ته يوم وليلة , ولا يحل لرحل مسلم ان يقيم عند اخيه حتى يؤ ثمه , قا لوا : يا رسول الله , وكيف يؤ ثمه ؟ قال :  يقيم عند ه  ولا شيئ  له يقر يه به .

 “Jamuan untuk tamu adalah tiga hal dari hadiah (untuk bekal perjalanan) untuk sehari semalam. Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya kemudian membuatnya berdosa”. Para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana Ia membuatnya berdosa?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
“Ia (tamu tersebut) menetap padanya, namun tuan rumah tidak mempunyai sesuatu untuk memuliakannya”.[10]
Dalam hadits-hadits di atas dijelaskan, bahwa jamuan bagi tamu ialah untuk bekal perjalanan sehari semalam dan jamuan ialah tiga hari. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara hadiah untuk tamu dan jamuan, bahkan terdapat riwayat yang menegaskan hadiah untuk tamu.
Dalam ash-Shahihain, dari ‘Uqbah bin ‘Amin Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya engkau mengirim kami kemudian kami singgah di kaum yang tidak menjamu kami, bagaimana pendapatmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami :

ان نزلتم بقوم , فاء مروا لكم بما ينبغي للضيفي , فاء قبلوا , فاءن لم يقطعوا , فخدوا منهم حق الضيف اللدي  ينبغي لهم .

 “Jika kalian singgah di salah satu kaum, lalu mereka memberikan untuk kalian apa yang layak diterima tamu, maka terimalah. Jika mereka tidak melakukannya ambillah dan mereka hak tamu yang harus mereka berikan”.[11]
Nash-nash ini menunjukkan wajibnya menjamu tamu selama sehari semalam, ini adalah pendapat al-Laits dan Ahmad.
lmam Ahmad berkata: “Tamu berhak menuntut jamuan, jika tuan rumah tidak memberikannya, karena jamuan adalah hak wajib baginya.”Adapun dua hari lainnya bagi tamu, yaitu hari kedua dan ketiga, itu adalah puncak menjamu tamu. Setelah tiga hari, tuan rumah juga berhak menyuruh tamu pindah dari rumahnya, karena Ia telah menunaikan kewajibannya.
Hal tersebut dikerjakan Imam Ahmad. Diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa menjamu tamu itu wajib bagi orang muslim dan orang kafir. Banyak sekali sahabat-sahabat Imam Ahmad yang mengkhususkan kewajiban tersebut bagi orang muslim sebagaimana nafkah kerabat yang berbeda agama itu tidak diwajibkan menurut satu riwayat dari Imam Ahmad.




F.   Aktualisasi Hadits
Kehidupan masa kini mau tidak mau kadang membuat orang lupa diri, dari mana dia berasal. Karena terbiasa dengan kompetisi yang terjadi di lingkungan kerja, membuat orang lupa dirinya hidup di negeri ini bersama orang lain. Banyak yang mulai melupakan untuk hidup saling menghargai.
Celakanya, bila hal ini disamaratakan. Kehidupan diluar dengan teman, tak jauh beda dengan saat bersama pasangan atau keluarganya. Dengan teman kerja sama dekat saat bersama anggota keluarganya. Alih-alih pekerjaan, kedekatan pun menjadi biasa. Inilah dampak dari kesibukan serta hidup kekinian yang membuat teman, saudara atau orang lain yang pernah saya kenal di negeri ini bergaya hidup ala American style. Mereka mengatakan, inilah keterbukaan.
Lebih ironis lagi saat saya mendengar, seorang tetangga yang bercanda memanggil kakeknya dengan sapaan ‘bro’ Dengan alasan tak ingin menjaga jarak dan lebih dekat dengan sang kakek, tetangga saya tersebut melakukan hal seperti itu. Benar-benar saya tak habis pikir dengan kehidupan masa kini.[12]
Tetangga pada zaman kita sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga di sebelahnya. Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka dalam flat-flat, kondominium atau apartemen.
Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi tetangga kalangan muslim saja. Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai hak tambahan lain lagi yaitu juga sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tetapi dalam hubungan dengan hak-hak ketetanggaan semuanya sejajar.
Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin menerapkan perintah Allah Taala dan Nabi SAW ini, sudah barang tentu tidak akan pernah terjadi kerusuhan, tawuran ataupun konflik di kampung-kampung dan di desa-desa.
Banyak sekali ditemukan adab seseorang dalam menerima dan memuliakan tamu yang membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu sifat tercela yang sangat tidak dianjurkan dalam Islam. Bahkan hal tersebut berkaitan erat dengan keimanan kepada Allah swt dan Hari Akhir. Serta maraknya tamu laki-laki dengan mudah mendatangi seorang perempuan yang bukan makhramnya, hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

G.   Analisis
Hadits ini menerangkan tiga hal yang terkait dengan aspek akhlak dalam pergaulan sehari-hari:  Berkata baik,  Kewajiban menghormati tetangga, dan  Memuliakan tamu.
1. Tetangga
Ternyata dari keterangan Hadits di atas, hubungan bertetanggapun menjadi perhatian khusus dalam Islam. Hingga Rasulullah mengaitkan antara Iman dengan keharmonisan bertetangga. Logikanya, orang yang menyakiti tetangganya, Imannya dapat dipertanyakan.
Berikut ini ada beberapa kisah menakjubkan dalam akhlak bertetangga yang ditampilkan oleh seorang Imam terkenal. Akhlak yang hampir tak terdengar semisalnya di umat manapun. Beliau adalah Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab fiqh Hanafy. Diceritakan, bahwa Imam yang satu ini hidup bertetangga dengan seorang Yahudi. Setiap subuh, ketika sang Imam keluar rumah menunaikan shalat subuh di Masjid, sang Imam menemukan sampah berserakan di depan pintu rumahnya.
Untuk pertama kali, beliau agak terkejut, namun beliau tidak bercerita kepada siapapun tentang kasus ini. Tiap subuh ia mengumpul sampah yang berserakan itu lalu membuangnya, kemudian ia pergi ke Masjid. Begitulah tiap pagi kegiatan beliau. Namun tak ada yang mengetahui kejadian ini, karena sang Imam tidak memberitahukannya. Sekian lama hal itu terjadi. Suatu ketika, sang tetangga, Yahudi itu berurusan dengan pegadilan karena sesuatu kasus, hingga menyeretnya ke penjara. Beberapa lama ia sempat mendekam di penjara. Abu Hanifah agak heran kenapa selama waktu itu tak ada lagi sampah yang berserakan di halamannya.
Dalam kasus Yahudi itu Abu Hanifah diminta sebagai saksi atas dirinya, maka Imam Abu Hanifah baru mengetahui bahwa tetangganya di penjara, lalu ia meminta pengadilan untuk melepaskannya. Yahudi itupun dikeluarkan dari penjara atas referensi sang Imam. Ketika ditanya oleh Hakim, kenapa Anda meminta supaya orang ini dilepaskan, Imam menjawab, selama dia di tahanan, saya tidak dapat pahala, karena tak ada sampah yang berserakan di halaman saya. Yahudi itupun menyadari bahwa yang meminta supaya ia dilepaskan adalan tetangganya yang sering dizaliminya itu. Akhirnya sang Yahudi setelah keluar dari penjara, mendatangi Imam Abu Hanifah dan mengumumkan dirinya bersyahadat (masuk Islam).
Dapat dilihat betapa kesabaran yang luar biasa dari sang Imam menghadapi keburukan tetangganya. Beginilah akhlak yang ditanamkan oleh Islam kepada umatnya. Bila hadits ini mengajarkan agar memuliakan tetangga, maka menyakiti tetangga hukumnya haram dan tergolong dosa besar, yang pelakunya diancam dengan neraka, bila tidak bertaubat.
Menyakiti tetangga kadang tidak disadari kebanyakan orang. Di antaranya mengeraskan suara televisi, radio dan tape sehingga mengganggu kenyamanan tetangga. Membakar sampah di halaman rumah sendiri juga termasuk menyakiti tetangga, karena asapnya bisa ditiup angin dan masuk ke rumah orang sehingga menyesakkan pernafasan tetangga. Bau masakan yang semerbak ditiup angin dan tercium oleh tetangga dapat menyakitinya, karena ia tidak mampu membeli makanan itu. Oleh karenanya di dalam Hadits disebutkan apabila seseorang memasak masakan hendaklah ia membanyakkan kuahnya dan membaginya kepada tetangga-tetangga, agar tidak menyakiti perasaan sang tetangga.
 2. Tamu
Demikian juga penghargaan pada tamu, ternyata tidak luput dari perhatian akhlak Islam. Sebagaimana pada tetangga, Rasul Saw mengaitkan Iman seseorang dengan penghargaannya kepada tamu. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, haruslah memuliakan tamunya. Begitu isi pesan Rasul di atas.
Kenapa Islam memberi perhatian kepada tamu. Sebab, kedatangan tamu membawa berkah bagi orang yang dikunjunginya.
Dari kisah kehidupan sahabat masa dulu kita dapat belajar contoh memuliakan tamu. Pernah Rasul kedatangan tamunya. Kemudian Rasul menawarkan kepada Sahabatnya untuk menerima tamu tersebut. Seorang Sahabat spontan menerima tawaran itu. Ketika menjamu makan sang tamu, ternyata makanan yang tersedia hanya untuk satu orang. Apa yang dilakukan oleh tuan rumah. Ia memadamkan lampunya dan menyajikan makanan kepada tamu seolah-olah ia ikut makan bersama tamu, padahal yang makan hanya tamunya sendiri. Jadi untuk menghargai sang tamu, ia rela untuk tidak menikmati makanannya, asal sang tamu dapat makan, apalagi tamu ini, adalah tamu Rasulullah Saw.
Bagian dari memuliakan tamu adalah mempersembahkan yang terbaik untuk tamu, baik berupa makanan, minuman atau pelayanan, selama dalam batas kemampuan. Tuan rumah harus berusaha menunjukkan wajah yang ceria dan kebahagiaannya dengan kedatangan tamu. Ia tidak boleh melakukan sesuatu yang kurang etis pada tamunya. Tamu juga harus memahami kondisi tuan rumah yang dikunjungi, agar kedatangannya tidak merepotkan dan menjadi beban bagi tuan rumah. Tamu harus menerima apa yang disajikan oleh tuan rumah dan tidak membebani tuan rumah.










BAB  III
Kesimpulan

Menganalisis hadits mengkaji rawi, sanad dan matan. Jika ditinjau kualitasnya, hadits tersebut termasuk hadits shahih, karena perawinya tsiqah, tidak cacat, dan dapat dipercaya, sanadnya muttasil, matan haditsnya tidak syadz dan tidak  ada illat serta sesuai dengan nahwu sharaf. Berdasarkan ciri-ciri hadits tersebut diatas maka tentang anjuran memuliakan tetangga dan tamu serta berkata baik atau diam sebagian dari iman.

Dalam Hadits ini menunjukkan perintah kepada manusia untuk berbuat baik terhadap sesama yaitu dengan cara mengucapkan perkataan yang baik  atau menjaga lidah kita. Karena lidah merupakan salah satu anggota tubuh yang bisa membawa  kita pada kehancuran tatkala kita salah dengan yang kita ucapkan. Kemudian yang berkutnya kita sebagai manusia oleh Rosulullah juga dianjurkan untuk memuliakan tamu dan juga tetangga Hal ini bisa di lihat dalam cerita Rasululah tatkala akan menjamu tamunya, karena pas kebetulan waktu itu tidak ada makanan dalam rumah beliu akhirnya menawarkan pada sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa betapa Rosulullah sangat memuliakan tamu tersebut.

Hadits ini masih relevan untuk diamalkan pada zaman seperti sekarang ini. Karena sepertinya penghormatan terhadap tamu dan tetengga saat ini mulai mengalami penurunan dan menjaga lisan dari berkata yang buruk.

================================================================
File lengkap silahkan Download 


Terimakasih atas kunjungannya
MI Nurul Huda Bandung
Berbagi Itu Indah




 



[1] http://www.mutiarahadits.com/71/58/76/anjuran-untuk-memuliakan-tetangga-tamu-dan-tidak-banyak-omong-kecuali-hal-yang-baik.htm

[2]  www.geocities.com/dmgto/mabhats/tamu.htm-22
[4] Al-Qur’an dan terjemahannya.1985.Jakarta: Departemen Agama RI, Poyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur;an
[5] http/syarah hadits arba’in an-nawawi hadits ke-15 berkata baik atau lebih baik diam, serta memuliakan tamu
[6] Shahih. HR al-Bukhari (no.6016) dan Ahamad (II/288,336)
[7] Al-Qur’an dan terjemahannya.1985.Jakarta: Departemen Agama RI, Poyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur;an

[8] Shahih. HR al-Bukhari (no.2463,5627), Muslim (no.1609), Ahmad (II/396), Abu Dawud (no.3634),  at-Tirmidzi (no. 1353), Ibnu Majah (no.2335), dan Ibnu Hibban (no.516-at-Ta’liqatul-Hisan). 
[9] Shahih. HR al-Bukhari (no.6019), dan Muslim (no.48).
[10] Shahih. HR Muslim (no.48, Bab: ad-Dhiyafah wa nahwiha).
[11] Shahih. HR al-Bukhari (no.2461,6137), Muslim (no.1727), Ibnu Hibban(no.5264--at-Ta’liqatul-Hisan), dan al-Baihaqi (IX/197). 

[12] http:/lifestyle,kompasiana,com/catatan/2013/01/02/hidup-masa-kini-520730.html

0 komentar:

Posting Komentar