FOTO KEGIATAN

FOTO KEGIATAN
documentasi

Mengenai Saya

Minggu, 19 November 2017

PERANCANG PEMBELAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembelajaran pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyampaikan pesan kepada peserta didik, akan tetapi merupakan aktifitas profesional yang menuntut guru untuk dapat menggunakan keterampilan dasar mengajar secara terpadu, serta menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien.
Sistem lingkungan (pembelajaran) ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, guru dan siswa, jenis kegiatan yang dilakukan, sarana/prasarana belajar yang tersedia, dan penilaian. Komponen-komponen ini saling bergantung, saling berkaitan, dan saling mempengaruhi dalam kerangka proses pembelajaran, dan berfungsi secara terpadu kearah tercapainya tujuan pembelajaran. Mengingat pentingnya suatu pembelajaran tersebut, maka perlu adanya suatu perencanaan yang perlu dilakukan. Hal ini agar pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.[1]

B.     Fokus Pembahasan
1.      Pengertian perancang pembelajaran.
2.      Tujuan perancang pembelajaran.
3.      Langkah-langkah perancang pembelajaran.
4.      Syarat perancang pembelajaran






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perancang Pembelajaran
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai pendidikan. Tantangan tentang peningkatan mutu, relevansi dan efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah. Tujuan dari program kurikulum dapat tercapai dengan baik jika programnya didesain secara jelas dan aplikatif. Dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki kemampuan mendesain programnya dan sekaligus menentukan strategi instruksional yang harus ditempuh. Para guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan metode mengajar untuk diterapkan dalam sistem pembelajaran yang efektif.
Menurut Branch (2002) Perancang pembelajaran adalah suatu sistem yang mengandungi prosedur untuk membangunkan pendidikan dengan cara yang konsisten dan reliable. Ritchy berpendapat perancang pembelajaran yaitu ilmu yang merancang detail secara khusus untuk pembangunan, penilaian dan penyelenggaraan situasi dengan kemudahan pengetahuan diantara unit besar dan kecil persoalan pokok. Smith & Ragan (1993) mengatakan perancang pembelajaran yaitu Proses sistematik dalam mengartikan prinsip belajar dan pembelajaran kedalam rancangan untuk bahan dan aktiviti pembelajaran. Proses sistematik dan berfikir dalam mengartikan prinsip belajar dan pembelajaran kedalam rancangan untuk bahan dan aktiviti pembelajaran, sumber maklumat dan penilaian. Sedangkan Zook (2000)    mengatakan perancang pembelajaran adalah proses berfikir sistematik untuk membantu pelajar memahami (belajar).
Kesimpulan dari definisi diatas adalah bahawa perancangan pembelajaran adalah merupakan suatu kegiatan yang dirancang dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar atau pembelajaran untuk mengembangkan, menilai dan menyelenggarakan situasi dengan kemudahan pendidikan guna pencapaian tujuan pembelajaran.[2]
Oleh sebab itu, guru memiliki peranan ganda, yaitu berperan menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan menyampaikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan banyak pengalaman yang dimilikinya, kepada generasi muda dan masyarakat. Guru berperan pula memberikan suri tauladan dan contoh yang baik melalui perilaku dan tindakannya.
Guru dipandang sebagai agen modernisasi dalam segala bidang. Usaha utama yang dapat dilakukan oleh guru adalah melalui program pendidikan bagi para siswa. Guru memiliki visi tertentu tentang apa yang harus diperbuat bagi anak didiknya, mengapa dia melakukan perbuatan itu, dan bagaimana cara dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, serta apa pengaruh perbuatannya terhadap anak didiknya itu. Pola-pola berpikir demikian memerlukan pola dasar instruksional berdasarkan pendekatan sistem. Pemograman sistem tersebut perlu didesain secara teliti dan meyakinkan demi tercapainya hasil yang diharapkan.[3]
Guru yang bermutu memungkinkan siswanya untuk tidak dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, tetapi juga mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting untuk belajar selama hidup mereka (Elaine B. Johnson).[4]

B.     Tujuan Perancang Pembelajaran
Menurut Bloom (dalam Sugandi,2004:125), bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga ranah yaitu:
1.      Cognitive Domain (ranah kognitif)
Ranah kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir, seperti kemampuan mengingat dan memecahkan masalah. Ranah kognitif terdiri dari 6 tingkatan yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi.

2.      Affective Domain (ranah afektif)
Ranah afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ranah afektif terdiri dari: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3.      Psycomotoric Domain (ranah psikomotorik)
Ranah psikomotorik merupakan tujuan yang berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan kordinasi antara syaraf dan otot. Ranah psikomotorik terdiri dari: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan yang komplek dan kreativitas.
Dengan adanya tujuan dan perubahan perilaku dari proses pembelajaran seperti yang telah diungkapkan di atas, maka diharapkan seorang guru dapat memberikan suatu proses pengajaran yang dapat menuju perubahan perilaku siswa baik ditinjau dari segi afektif, kognitif maupun psikomotorik.[5]

C.    Langkah-langkah Perancang Pembelajaran
1.      Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi yang mendasar
Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pada awal abad dua puluh, John Dewey mendengungkan filsafat progresivisme, yang kemudian melahirkan filosofi belajar konstruktivisme dengan mengajukan teori kurikulum dan metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti ajarannya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam belajar.

2.      Mengidentifikasi kompetensi
Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan kedalaman cakupan kemampuan dasar, dapat digunakan jaringan topik/tema/konsep.
Untuk dapat mengidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model pendekatan, di antaranya:
a. Pendekatan analisis tugas (task analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga profesional, yang pada gilirannya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan, sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai kompetensi yang dituntut kepadanya.
b.  Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan pada siswa. Hal ini menjadi landasan dalam mengidentifikasi kompetensi.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Kelemahan dari pendekatan ini ialah bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan masyarakat telah berubah.
3.      Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaannya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.
4.      Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assesment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk menentukan kriteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk mempertunjukkan bahwa kompetensi telah dikuasai.
5.      Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
Pada langkah kelima ini dilakukan penyususnan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional setelah langkah 1 sampai 4 menguraikan deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi dan bentuk assesment.
Sebagai pertimbangan atau landasan dalam rangka penyusunan pengaturan tersebut adalah:
a.    Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.
b.  Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan dilengkapi dengan media pengajaran, sedangkan kompetensi lainnya mungkin memerlukan simulasi.
6.      Desain strategi pembelajaran
Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Modul instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:
a.     Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul satu dengan modul lainnya dan dengan keseluruhan program.
b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak membingungkan.
c.      Pre assesment yang meliputi assesment diagnostik terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul.
d.      Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai kompetensi, alternatif yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi, bukan semat-mata ikut berpartisipasi.
e.  Post assesment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tidak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan strategi instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada kreatifitas, kepandaian, kecakapan para pengembangnya.
7.      Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih unik.
Sebagaimana kita ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting) diman sangat dibutuhkan kerjasama dan dibutuhkan persetujuan inter-instruksional. Tanggung jawab pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi juga oleh lembaga-lembaga lainnya seperti: lembaga profesional, wakil-wakil masyarakat, murid dan institusi lainnya.
8.      Melaksanakan pengelolaan program
Program yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototipe test dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan program ini adalah untuk mengetes efektifitas strategi instruksional, seberapa besar diperlukan tuntutan-tuntutan program, ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan, dan efektifitas sistem pengelolaan.
9.      Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap sebuah desain instruksional, lazimnya mencakup 4 aspek, yaitu:
a.       Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidikan yang diproyeksikan.
b.      Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assesment.
c.       Sistem instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar.
d.      Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan.
Pada prinsipnya pelaksanaan penilaian harus dilakukan sejak awal dan kontinyu karena merupakan bagian integral dalam pengembangan program.
10.  Memperbaiki program
Setiap program sesungguhnya tidak tidak pernah tersusun dengan kondisi sempurna, termasuk desain instruksional berbasis kompetensi. Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Houston: Continual refinement of every aspect of the program is characteristic of the systemic approach which undergirds most CBE programs. This includes modifying competencies as well as changing instructional strategies and management system to make them more useful.[6]
            Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru agar mencapai hasil maksimal.
1.      Membuat perencanaan pembelajaran
2.      Melaksanakan pembelajaran dengan baik
3.      Memberikan feedback (umpan balik)
4.      Melakukan komunikasi pengetahuan
5.      Model dalam bidang studi yang diajarkannya[7]

D.    Syarat Perancang Pembelajaran
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.[8] Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1.      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3.      Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
a.  Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b.   Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
c.   Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4.      Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
a.   Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b.  Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.[9] (Ngainun Naim, 2009:60).
Guru merupakan pendidik formal di sekolah yang bertugas membelajarkan siswa-siswanya sehingga memperoleh berbagai pengetahuan, ketrampiulan, nilai dan sikap yang semakin sempurna kedewasaan atau pribadinya. Karena itulah, guru terikat dengan berbagai syarat, yang diantaranya guru disyaratkan untuk memiliki sepuluh kemampuan dasar yaitu:
  1. Menguasai bahan
  2. Mengelola program belajar mengajar
  3. Mengelola kelas
  4. Menguasai media atau sumber belajar
  5. Menguasai landasan kependidikan
  6. Mengelola interaksi belajar mengajar
  7. Menilai prestasi siswa
  8. Mengenal fungsi dan program bimbingan penyuluhan
  9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
  10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran[10]


BAB III dan seterusnya klick DISINI


[1] www.kotepoke.org| Dedi Mukhlas | Teknologi Pendidikan Indonesia | 11/9/2011
[2]  http://ms.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/ , 21 Oktober 2013
[3] Oemar Hamalik, Perencanaan Pembelajaran Kecerdasan Pendekatan Sistem, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2002)  hal.43
[4] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2009)  hal.15
[5]Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan, (Jakarta:PT Rineka Cipta,2005)  hal.23
[6] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung:2007, PT Remaja Rosdakarya) hal.24-32
[7] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta:Pustaka Belajar,2009) hal.25
[8] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang(Malang:UIN Maliki Pres,2013) hal 2-3

[9] Ngainun Naim, Menjadi……………. Hal.60
[10]Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta:Bumi Aksara,  2008) hal.69

0 komentar:

Posting Komentar